Laman

Search This Blog

Wednesday, June 2, 2010

ISLAM ABANGAN (kepercayaan, tradisi, dan kebudayaan )

ABANGAN istilah yang digunakan terhadap pemeluk agama di jawa, yakni mereka yang tidak begiyu memperhatikan perintah-perintah agama islam dan kurang teliti dalam memenuhi kewajiban-kewajiban agamanya. Meskipun mengaku dirinya orang muslim cara hidup mereka merupakan perpaduan unsur-unsur islam, hindu, Budha, dan unsur-unsur asli. jadi bercorak sinkretis.
Secara harfiah, ABANGAN "berarti yang merah", yang diturunkan dari dasar kata "ABANG" (merah). Di samping itu juga ada dugaan bahwa kata ABANGAN diambil dari pengucapan istilah bahasa arab "aba'an" (ingkar, tidak taat). Istilah ini bisa mengacu pada golongan yang berpandangan bahwa kepercayaan dan daya hidupnya berlainan dengan muslim yang saleh. Namun di Jawa tengah istilah ini pernah juga dipakai sebagai ungkapan sinis yang merendahkan derajat.

ABANGAN pertama kali diperkenalkan oleh Clifford Geertz ahli antropologi Amerika Serikat. Dalam konsepnya, Ia melihat ABANGAN sebagai padanan-bukan antitesa-bagi golongan bukan santri. Di samping santri dan golongana abangan ada juga priyayi. Clifford Geertz menggolongkan ABANGAN sebagai mewakili petani desa, santri sebagai pedagang, dan priyayi sebagai birokrat. Namun sebenarnya santri dan abangan terdapat pada setiap lapisan masyarakat jawa, mulai dari wong cilik (rakyat jelata) sampai ndara (bangsawan). Demikian priyayi ada juga abangan dan santri. Jadi pembagian itu mencerminkan kesadaran beragam secara keseluruhan, sehingga penggolongan itu sifatnya nisbi. Dengan demikian pembagian orang jawa menjadi abangan, santri, dan priyayi dengan didasarkan stratifikasi masyarakat secara horisontal seperti yang dilakukan Geertz bisa membingungkan, karena tidak didasarkan pada kriteria yang konsekuen. Walaupun demikian, abangan dan santri telah menjadi unsur-unsu yang penting dalam proses perubahan sosial, politik, danh agama di Indonesia.

Munculnya abangan pada masyarakat Jawa disebabkan oleh corak islam yang masuk (syariat dan tasauf) dan proses islamisasi yang beragam dan berpapasan dengan kebudayaan asli Jawa. Misalnya, di tempat-tempat agama yang masih kuat, pengaruh islam cenderung mencai kompromi. Hal ini sering bearti timbulnya kesadaran untuk menciptakan sinkretisasi dengan faktor-faktor budaya lainya yang telah datang lebih dahulu. Hasilnya adalah islam sinkretik sebagai pandangan dunia abangan yang sampai saat ini ditemukan dalam sebagian besar daerah Jawa tengah dan bagian selatan.

Ciri-ciri abangan dalam kepercayaan dan amal dapat dilihat dalam upacara-upacara yang dilakukan, yang meliputi upacara melakukan pejalanan, penyembahan roh halus, upacara cocok tanam, dan tata cara pengobatan. semua upacara itu bertumpu pada kepercayaan roh baik dan roh jahat.

upacara pokok dalam tradisi abangan ialah slametan (mengadakan slametan, kenduri). Ini merupakan acara agama yang paling umum dikalangan abangan, yang melambangkan persatuan mistik dan sosial dari orang-orang yang ikut serta dalam slametan itu.

slametan diadakan pada hampir setiap kesempatan yang mempunyai arti upacara bagi orang Jawa, seperti kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan, kematian, hari raya islam resmi (seperti lebaran dan maulid atau hari kelahiran Nabi SAW), dan upacara panen.

Tujuan utama slametan adalah mencari keadaan slamet (selamat), dalam arti tidak terganggu oleh kesulitan alamiah atau gangguan gaib. slametan bukan meminta kekayaan, tetapi upacara untuk menjaga agar tidak terjadi sesuatu yang dapat membingungkan atau menyedihkan, juga agar orang tersebut terhindar dari perasaan hendak menyerang orang lain, atau dari gangguan emosional.

Slametan biasanya dilangsungkan pada malam hari, setelah terbenamnya matahari. Pelaksana mengundang kerabat dan tetangga ke rumahnya. sesudah para tamu terkumpul, tuan rumah menyampaikan kata sambutan dengan memakai bahasa jawa kromo yang mempunyai maksud diadakanya slametan. Seterusnya salah seoang tamu membacakan beberapa ayat al qur'an dan kemudian dibacakan doa secara berjamaah. Seusai doa makanan pun di hidangkan. Kemenyan dibakar selama slametan. sesudah selesai para tamu pulang dengan membawa nasi berkat.

Selain slametan yang sifatnya pribadi, juga diadakan slametan untuk Desa secara keseluruhan yang terkenal denga sedekah bumi. Kadang-kadang seekor kerbau di sembelih, kemudian kepala dan tulangnya dipendam pada tempat itu juga.

Bagi abangan, kebiasaan upacara penghormatan kepada arwah leluhur (atau yang disebut cikal bakal, yakni pendiri desa), sama pentingnya dengan penghomatan pada kuburan-kubuan suci yang disebut keramat. Di jawa tedapat banyak uburan yang diangap keramat, diantaranya makam para wali. Ribuan oang brziarah ke makam para wali untuk mendapat berkat.

Satu benda lagi yang oleh orang abangan sangat dihormati ialah keris. Dalam kisah-kisah jawa keris dianggap sebagai senjata yang keramat, mempunyai keampuhan, dan menduduki tempat yang terkemuka diantara tanda-tanda kebesaran raja., maupun diantara pusaka yang turun temurun. Menurut kepercayaan abangan, keris memiliki kesaktian yang dapat berpindah kepada seseorang yang memegangnya, di samping adanya keris yang bertuah dan membawa keberuntungan.

Golongan abangan percaya pada kemampuan dukun, yaitu seseorang yang mampu mengendalikan roh-roh yang menjadikanya alat bagi keinginan dan hasrat seseorang.Namun ada juga santri yang juga masih mengakui kemampuan dukun.

Untuk memperoleh pengetahuan dalam mengendalikan roh-roh, orang abangan menuntut ngelmu (pengetahuan atau ilmu untuk mendapat hubungan dengan roh-roh). Dengan ngelmu tersebut oang abangan berharap akan mendapat kekuasaan, kekayaan, keagungan, dan keselamatan. Ngelmu juga digunakan untuk melakukan balasan dalam bentuk musibah terhadap seseorang yang pernah merugikanya.

Dengan demikian, kepercayaan agama oang abangan merupakan hasil dari satu sintesis berabad-abad dari kepecayaan animis, Budha-Hindu, dan Islam. Kepercayaan-kepercayaan tersebut pada pokoknya didasarkan pada konsepsi ketertiban kosmik dan masyarakat yang ditentukan dalam segala seginya. Pandangan dunia abangan didasarkan pada keyakinan tentang kesatuan hakiki seluruh kehidupan dan seluruh peradaban. Pandangan ini melihat kebedaan manusia di dalam hubungan kosmilogi, sedangkan manusia perseoranganmemainkan peranan yang sangat kecil dalam dunia alamiah sosial secara keseluruhan.

Di samping sebagai golongan sosial religius, abangan memainkan perananya sebagai kekuatan sosial politik. Persaingan antara abangan dan santri pernah menjadi salah satu faktor penentuh bagi sejarah sosial dan politik jawa di negara Indonesia merdeka. Sikap politik dan golongan santri abangan berbeda di bawah pengaruh ideologi-ideologi politik yang berlainan.

Salah satu yang menarik adalah bahwa kelekatan ciri abangan ini berangsur-angsur tampaknya telah semakin menipis, berkurang, dan hilang, baik oleh pengaruh para muslim ortodiks maupun oleh pengaruh barat.

1 comment: