Laman

Search This Blog

Wednesday, June 9, 2010

PENERAPAN METODE KONSTEKTUAL DALAM PERMAINAN SAINS UNTUK MENINGKATKAN INTELLEGENCE QUOTIENT ANAK KELOMPOK A DI TKM 76 NURUL HUDA WADENG SIDAYU TAHUN PELAJARAN 2009 – 2010

PENERAPAN METODE KONSTEKTUAL DALAM PERMAINAN SAINS UNTUK MENINGKATKAN INTELLEGENCE QUOTIENT ANAK KELOMPOK A DI TKM 76 NURUL HUDA WADENG SIDAYU

TAHUN PELAJARAN 2009 – 2010


  1. PERMASALAHAN

Keberhasilan anak usia dini merupakan landasan bagi keberhasilan pendidikan pada jenjang berikutnya. Usia dini sering disebut "Golden Age" (masa keemasan) bagi diri anak, artinya bila anak pada masa itu mendapat pendidikan yang tepat, maka ia memperoleh kesiapan belajar pada jenjang berikutnya.

Oleh sebab itu sebagai pendidik pada anak usia dini kita tidak boleh mengesampingkan metode, serta prinsip pembelajaran yang tepat untuk anak. Salah satu prinsip pembelajaran di taman kanak-kanak adalah bermain sambil belajar bukan berarti bermain bebas melainkan suatu aktifitas yang dirancang secara terprogram dan mengandung esensi tujuan yang jelas. Anak tidak akan bosan serta anak mendapatkan pengalaman yang positif dalam perkembangan diri anak.

Dalam kenyataannya prinsip ini tidaklah mudah untuk dilakukan dan diterapkan. Guru taman kanak-kanak pada umumnya lebih banyak menerapkan pembelajaran yang konvensional. Guru menjadi pusat dalam pembelajaran (Teacher Centered). Guru bertindak sebagai subyek dan anak adalah obyek dalam pembelajaran. Permasalahan seperti juga terjadi di lingkungan TK Muslimat 76 Nurul Huda Wadeng Sidayu. Dalam melaksanakan pembelajaran berorientasi pada peningkatan Intellegence Quotient anak, gurulah pelaku utama, guru yang melaksanakan percobaan, dan anak hanya mengamati saja sambil menunggu kesimpulan dari percobaan yang dilakukan. Metode semacam ini sudah barang tentu bukan pembelajaran yang tepat. Anak tidak dilibatkan secara langsung.Hal ini mempengaruhi anak dalam memahami konsep dari percobaan tersebut.

Aspek-aspek yang diamati dalam menentukan pemahaman anak dalam pembelajaran konsep sains adalah.

  1. Kemampuan anak dalam mengajukan pertanyaan ; apa, mengapa
  2. Kemampuan anak dalam melaksanakan penelitian secara langsung
  3. Kemampuan anak dalam mengajukan dugaan sementara
  4. Kemampuan anak dalam mengkomunikasikan hasil temuannya
  5. Kemampuan anak dalam menyimpulkan hasil penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan yang timbul, metode konstektual dalam permainan sains dirasa tepat dalam merangsang Intellegence Quotient anak. Dimana metode konstektual merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan anak secara langsung dalam pembentukan konsep.

Berdasarkan permasalahan diatas dipandang perlu melakukan penelitian dengan judul "Penerapan metode Konstektual Dalam Permainan Sains Untuk Meningkatkan Itellegence Quotient Anak Kelompok A Di TKM 76 Nurul Huda Wadeng Sidayu Tahun Pelajaran 2009- 2010".

  1. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan uraian permasalahan diatas dapat di rumuskan bahwa penelitian yang akan kami lakukan bertujuan untuk.

  1. Meningkatkan Itellegence Quotient anak melalui permainan sains sederhana
  2. Meningkatkan keterampilan guru mengelolah kelas dengan menggunakan metode konstektual
  3. Menambah wawasan guru tentang metode pembelajaran yang biasa diterapkan di taman kanak-kanak

    Manfaat penelitian ini antara lain.

  4. Bagi anak
  • Dapat meningkatkan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan
  • Dapat meningkatkan kemampuan untuk melakukan penelitian secara langsung
  • Dapat meningkatkan kemampuan untuk mengajukan dugaan sementara
  • Dapat meningkatkan kemampuan dalam mengkomunikadikan hasil temuannya
  • Dapat meningkatkan kemampuan dalam menyimpulkan hasil penelitian yang dilakukan
  1. Bagi guru
  • Dapat meningkatkan keterampilan dalam memilih dan menerapkan metode pembelajaran yang tepat
  • Dapat meningkatkan keterampilan guru dalam menerapkan metode konstektual
  • Dapat meningkatkan keterampilan dalam memilih dan menggunakan APE yang menarik
  • Dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan kualitas profesional
  • Guru dalam melaksanakan pembelajaran di taman kanak-kanak
  1. Bagi guru lain
  • Dapat meningkatkan pemahaman tentang penelitian
  • Dapat membantu mengamati masalah yang sama yang dihadapi di kelas dengan menerapkan metode konstektual
  1. LANDASAN TEORI
  1. Bermain

Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan kebebasan batin untuk memperoleh kesenangan (Yusuf. 2004 : 172). Bermain tentu menyenangkan dan merupakan suatu hal yang sangat menggembirakan bagi jiwa dan emosi anak, karena pada masa-masa itulah mereka mereka menemukan dunia anak sebenarnya.

Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan anak dengan / tanpa alat yang menghasilkan pengertian dan memberikan informasi, memberi informasi, memberi kesenagan dan mengembangkan imajinasi anak spontan dan tanpa beban (Irawati, 2006).

Aristoteles berpendapat bahwa anak-anak perlu di dorong untuk bermain dengan apa yang ia mereka tekuni di masa dewasa nanti. Kemudian dipertegas lagi oleh Frobel, seorang Filsuf di abad 18. Dia lebih menekankan pentingnya bermain dalam belajar karena berdasarkan pengalamannya sebagai guru dia menyadari bahwa kegiatan bermain merupakan mainan yang dinikmati anak dapat digunakan untuk menarik perhatian serta mengembangkan perhatian meeka. Jadi Aristoteles, Frobel menganggap bermain sebagai kegiatan yang mempunyai nilai praktis. Artinya bermain digunakan ebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tetentu pada anak (Tedjasa Putra, 2005).

Papalia (1995) seorang ahli pekembangan manusia dalam bukunya Human Development mengatakan bahwa anak berkembang dengan cara bermain. Dengan bermain anak-anak menggunakan otot-otot tubuhnya untuk menstimulasi indera-indera tubuhnya, mengeksplorasi dunia sekitarnya, menemukan seperti apa diri mereka sendiri.

Bermain merupakan hal yang sangat esensial bagi kesehatan anak. Bermain akan meningkatkan kerjasama dengan teman sebaya, menghilangkan ketegangan, meningkatkan pekembangan kognitif. Bermain juga akan memperluas kesempatan bagi anak untuk mengobrol dan berinteraksi dengan teman sebaya. Menurut Freud dan Erikson Bermain adalah bentuk khusus penyesuaian diri manusia, dan membantu anak mengatasi kecemasan dan konflik. Sedang menurut Piaget. Bermain merupakan medium yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak. Sedang menurut Vygotsky bermain adalah lahan yang subur untuk berlatih (Sujono, 2005 : 112).

  1. Konsep Pembelajaran Sains

Keingintahuan adalah sifat dasar anak-anak yang perlu dipupuk. Memupuk dan membina rasa ingin tahu anak-anak ini adalah kunci pembelajaran pada tingkat pendidikan prasekolah. Tujuan pendidikan Sains pada peringkat awal ini adalah memupuk dan membina minat dan kegemaran anak-anak supaya tems mengamati dan mencari penjelasan terhadap fenomena yang ada dalam kehidupan mereka sehari-hari (Corin, 1993). Sains sendiri merupakan proses menyadari dan memahami diri kita sendiri, kehidupan yang lain dan lingkungan sekitar melalui indera dan penyelidikan pribadi.

Sains merupakan proses menyadari dan memahami diri kita sendiri, kehidupan yang lain dan lingkungan sekitar melalui indera dan penyelidikan pribadi (Mc Intyre, 1984). Carin (1993) menyatakan bahwa sains sebagai produk / isi mencakup fakta, konsep, prinsip, hukum-hukum, dan teori sains. Sains tidak hanya tediri atas kumpulan pengetahuan / berbagai macam fakta yang dihafal, sains juga merupakan kegiatan / proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejalah-gejalah alam yang belum dapat direnungkan. Sains menggunakan apa yang telah diketahui sebagai batu loncatan untuk memahami apa yang belum diketahui.

Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa pembelajaran sains lebih menekankan pada pendekatan keterampilan proses yang membuat anak melakukan penyelidikan dan penemuan, sehingga pada akhirnya anak menemukan fakta-fakta membangun konsep-konsep dan teori.

  1. Intellegence Quotient

Definisi (Gardner, 1983) kecerdasan adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah / menggunakan ide, produk / keterampilan dalam suatu cara yang dinilai oleh satu / lebih kebudayaan (Jensen, 2008 :28).

Alfred Binet Intellegence Quotient merupakan ukuran tetap dalam setiap individu, sedang menurut Robert Sternberg Intellegensi Quotient sebagai sesuatu yang beraneka segi dan kontekstual. Studi-studi Sternberg dan peneliti lainnya menegaskan bahwa pengalaman umum manusia tentang menjadi cerdas / tidak, sangat tergantung pada linkungan sosial dan fisik. (dalam Jensen, 2008, 19).

Setiap anak mampu mengembangkan itellegence yang dimilikinya dengan asumsi bahwa anak belajar dalam suatu lingkungan belajar yang kaya yang memungkinkan mereka menghubungkan makna dengan konteks (Amstrong, 1994).

  1. Metode Kontekstual

Blanchard, 2001. Metode Kontekstual adalah suatu konsepsi yang membangun mengkaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga.

Pengajaran Kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan anak TK sampai SMU untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam bebagai macam dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata / masalah-masalah yang distimulasikan (University Of Washington, 2001).

Kontekstual memiliki lima elemen belajar yang konstruktivistik, yaitu mengaktifkan pengetahuan yang sudah ada, memperoleh pengetahuan baru, pemahaman pengetahuan, mempraktikan pengetahuan dan pengalaman, dan melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.

Elemen kontekstual juga memiliki kaakteristik yang membedakan dengan model pembelajaran lainnya yaitu. Kerjasama, saling menunjang, menyenangkan, mengasyikan, tidak membosankan, menggunakan berbagai sumber siswa aktif (Rianto, 2008 : 110).

  1. DEFINISI OPERASIONAL

Agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap judul penelitian tindakan kelas ini dipandang perlu membuat definisi operasional.

  1. Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan kebebasan batin untuk memperoleh kesenangan (Yusuf, 2004 : 127)
  2. Pembelajaran Sains adalah proses menyadari dan memahami diri kita sendiri, kehidupan yang lain dan lingkungan sekitar melalui indera penyelidikan pribadi (Mc Intyre, 1984)
  3. Intellegence Quotient adalah suatu kemampuan yang mencakup kepekaan terhadap rangsangan, otak sebagai sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan
  4. Metode Kontekstual adalah proses pembelajaran yang lebih mengedepankan idelitis pendidikan sehingga benar-benar akan menghaslkan kualitas pembelajaran yang efektif dan efesien (Mulhith, 2008 :
  1. METODE PENELITIAN
  1. Rancangan Penelitian

Dalam hal ini rancangan penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (Ibnu, 2002 : 2). Penelitian tindakan kelas di dalam upaya mencari pemecahan masalah yang terjadi di dalam kegiatan pembelajarab di kelas, lebih lanjut dijelaskan bahwa penelitian tindakan kelas berawal dari keprihatinan dan kepedulian guru terhadap masalah-masalah aktual dalam praktek pembelajaran / masalah pendidikan.

Penelitian Classroom Actiaon research untuk mencari solusi terhadap ini permasalahan yang dirasakan secara klasikal oleh anak(Kistono, dkk. 2002 : 2) antara lain di dasari adanya pemikiran. 1) Sebagai penelitian yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran di kelas. 2) Menemukan solusi atau permasalahan yang terjadi dengan memberikan teori dan teknik pembelajaran yang relevan. 3) Praktis karena guru tidak harus meninggalkan anaknya.

Pelaksanaan Classroom Action Research ini terdiri dari empat tahapan dasar yang saling terkait dan berkesinambungan. Tahap perencanaan, tahap tindakan, tahap observasi, tahap refleksi / evaluasi.

  1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini di laksanakan di TK muslimat 76 Nurul Huda Wadeng Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik, waktu pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di mulai awal bulan April hingga bulan Juni tahun 2010.

  1. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini dilakukan di kelompok A TKM 76 Nurul Huda Wadeng Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik tahun ajaran 2010 dengan jumlah anak 20 teridiri dari laki-laki 10 anak dan perempuan 10 anak.

  1. Instrumen Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data-data yang kongkrit dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa data.

  1. Observasi

Menurut Sutrisno Hadi bahwa observasi merupakan studi sistematis yang disengaja tentang fenomena-fenomena sosial dan gejalah-gejalah praktis dengan pengamatan. Observasi ini digunakan untuk mengetahui data secara langsung pada lokasi penelitian, dengan observasi peneliti bisa mendapatkan data langsung dengan melihat aktifitas belajar mengajar.

  1. Tanya Jawab

Yaitu penyampaian pelajaran dengan jalan guru mengajukan pertanyaan dan anak menjawab. Dengan tanya jawab ini di pergunakan untuk merangsang anak agar perhatianya terarah kepada masalah yang sedang di bicarakan serta mengenalkan proses berpikir anak.

  1. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yang digunakan diantaranya.

  1. Silabus

Merupakan seperangkat rencana dan pengatuan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas yang digunakan senbagai landasan dalam penyusunan SKH – SKM.

  1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Yaitu Perangkat Pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun tiap putaran. Dalam RPP memuat kopentensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, Tujuan pembelajaran, Skenario pembelajaran, alat peraga, dan penilaian dari kegiatan belajar mengajar.

  1. Lembar Observasi Anak

Lembar observasi ini digunakan untuk memantau perkembangan Intellegence Quotient anak yang meliputi aspek kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, kemampuan anak dalam melaksanakan penelitian secara langsung, kemampuan anak dalam mengajukan dugaan sementara / hipotesis, kemampuan anak dalam menyimpulkan hasil penelitian, dan kemampuan anak dalam mengkomunikasikan hasil temuannya.

  1. Lembar Observasi Guru

Lembar observasi ini disusun untuk memantau perkembangan keterampilan dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru.

  1. Prosedur Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang menggunakan bentuk kolaborasi dengan melibatkan dua orang kolaborator. Tujuan utama dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan Intellegence Quotient anak kelompok A di TKM 76 Nurul Huda Wadeng, melalui permainan Sains sederhana serta menambah keterampilan guru dalam menggunakan metode yang tepat dalam pembelajaran.

Penerapan pendekatan metode kontekstual ini dilakukan dalam tiga kali siklus. Pada bulan April sampai bulan Juni 2010. Tiap siklus terdiri empat tahapan mulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi, dan tahap evaluasi serta refleksi.

  1. Teknik Analisis Data

Pada penelitian tindakan kelas ini digunakan analisis diskripsi kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan / fakta sesuai dengan menggunakan statistik sederhana yaitu.

  1. Penilaian rata-rata


  2. Penilaian untuk ketuntasan belajar

    P =


  3. DAFTAR PUSTAKA


Schiller, Pam. 1999. Start Smart. Erlangga For Kids

Zuhairini, 1983. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Usaha Nasional. Surabaya

Einon, Dorothy. 2004. Permainan Cerdas. Erlangga For Kids

Muchith, Saekhan. 2008. Pembelajaran Kontekstual. Rasail

Sujiono, Bambang. 2005. Mencerdaskan Perilaku Anak Usia Dini. Elex Media Komputindo

Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Rosda

Jensen, Eric. 2000. Memperkaya Otak. Indeks

Kaufeldt, Martha. 2008. Wahai Para Guru Ubalah Cara Mengajarmu. Indeks : Jakarta

Amstrong, Thomas. 1994. Multiple Intelegence in The Classroom. Elexandria, Va : Association For Supervision and Curicculum Development

Corin, A. 1993. Teaching Modern Science. Malmillan Publishing Company : New York

Garder, Howad. 1983. Frame Of Mind : The Theory Of Multiple Intelegences. New York. Basic Book Harper Collins Publ. Inc

Irawati, Misni. 2006. Menggali Kecerdasan Majemuk. http ://www.freelist

No comments:

Post a Comment